Kamis, 13 Oktober 2016

Muhammad Mustafa al-'Azami


Biografi Muhammad Mustafa al-'Azami
Ibnu Suryan

Studi Tokoh
                 1.      Biografi al-A’dzhami
a.      Kelahirannya
Syaikh Abu ‘Aqil Muhammad Musthafa al-A’dzhami[1] di daerah Mau tahun 1350 H (1930 H), dalam lingkugan keluarga yang berada, dan ia tumbuh dalam lingkungan keagamaan yang terjaga, dan orangtuanya memeberi perhatian terhadap pendidikan dan pembelajarannya, dengan perhatian yang sangat besar, dan al-A’dzhami telah memberikan hadiah kepadanya berupa kitabnya yang termasyhur, (Studies in Early Hadith Literature) yang didalamnya terdapat pemberitahuan tentang keistimewaan dalam hal tersebut.[2]
b.      Pembelajarannya
Syaikh al-A’dzhami mengunjungi tempat-tempat pembelajaran ilmu-ilmu syari’at di sebagian sekolah-sekolah keagamaan yang terletak di tempat kelahirannya sendiri, seperti dar al-‘Ulum Mau kemudian ia pindah ke madrasah syahi yang terletak di Muradabad, diman ia belajar dalam jangka waktu yang singkat. Lalu ia bergabung ke dar al-‘Ulum (College of Science) di  Deoband, dan ia lulus dari universitas tersebut  dalam bidang ilmu syari’at dengan ijazah “al-Fadhilah” pada tahun 1372 H (1952 H) dan ia menimba ilmu hadits di perguruan tersebut dari muhaddits Syaikh  Husain Ahmad al-Madani dan al-Alamh Syaikh Ibrahim al-Balyawi,dan yang lainnya.[3]
Tahun 1956 al-A’dzhami  diangkat sebagai dosen bahasa Arab untuk orang-orang non-Arab di Qatar. Lalu tahun 1957 beliau diangkat sebagai sekretaris perpustakaan nasional di Qatar (Dar al-Kutub al-Qatriyah). Tahun 1964 al-A’dzhami melanjutkan studinya lagi di Universitas Cambridge, Inggeris, sampai meraih gelar Ph.D tahun 1966 dengan disertasi Studies in Early Hadits Literature. Lalu beliau  kembali lagi ke Qatar dan pindah ke Makkah untuk mengajar di fakultas fasca sarjana, jurusan syari’at dan studi islam, di Universitas Riyadh kerajaan Arab Saudi (sekarang Universitas Umm al-Qura). Beliau bersama Dr. Amin al-Mishri, termasuk orang yang ikut andil mendirikan fakultas tersebut.[4]
Tahun 1973 (1393 H) beliau pindah ke Riyadh untuk mengajar di Departemen Studi Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas King Saud.
                  2.      Karya-Karya Ilmiah
Berikut ini adalah karya-karya yang telah di hasilkan oleh al-A’dzhami:
-        دراسات في الحديث النبوى وتاريخ تدوينه
-        كتّاب النّبي صلى الله عليه و سلّم
-        منهج النقد عند المحدّثين: نشأته و تاريخه
-        المحدثون من اليمامة إلى 250 الهجري تقريبا
-        دراسة منحجية فى علم الحديث (Studies in Hadith Methodology and Literature )
-        أصول الفقه المحمّدى للمستشرق "شاخت": دراسة نقدية
Selain karya-karyanya di atas al-A’dzhami juga mentahqiq terhadap kitab kitab berikut ini:
-        الموطأ للإمام مالك
-        صحيح ابن خزيمة
-        سنن ابن ماجه
-        العلل للإمام على بن المدنى
-        كتاب التمييز للإمام مسلم
-       The History of the Qur'anic Text from Revelation to Compilation: A Comparative Study with the Old and New Testaments[5]

            3.      Kedudukannya dalam bidang keilmuan
Dilihat dari jenjang pendidikan yang ia tempuh, serta jurusan yang diambil dalam perkuliahannya, serta karya-karya yang ia hasilkan, maka al-A’dzhami cenderung memiliki spesialaisasi dalam bidang hadits, tetapi ia juga mahir dalam bidang ulumul qur’an karena ia juga membuat karya yang berjudul “A Comparative Study with The Old and New Testaments” yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Sejarah Teks al-Qur’an dari Wahyu sampai Kompilasi. Al-A’dzhami selalu memiliki ciri yaitu di dalam karyanya ia selalu mencantumkan bantahan terhadap orang orientalis yang berniat meberikan keraguan terhadap al-Qur’an dan Sunnah yakni dengna mencantumkan bukti aslinya, berupa manuskrif-manuskrif al-Qur’an dan Sunnah.
            4.      Kondisi ilmu hadits pada masa al-A’dzhami
Jika melihat kepada periodesasi tentang perjalan ulumul hadits yang di paparkan oleh Nuruddin Itr maka al-‘Azhami termasuk kepada ulam yang hidup pada tahap ketujuh yaitu tahapa kebangkitan kedua.
Tahap ini bermula pada permulaan abad keempat belas Hijriah. Pada tahap ini umat Islam terbangkitkan oleh sejumlah kekhawatiran yang setiap saat bisa muncul sebagai akibat persentuhan antara dunia Islam dengan dunia timur dan dunia Barat, bentrokan militer yang tidak manusiawi, dan kolonialisme pemikiran yang lebih jahat dan berbahaya.  Maka muncullah informasi yang mengaburkan eksistensi hadits yang dilontarkan oleh para orientalis dan diterima begitu saja oleh orang-orang yang mudah terbawa arus serba assing, lalu mereka turut mengumandangkannya dengan penuh keyakinan. Kondisi ini menuntut disusunnya kitab-kitab yang membahas seputar informasi tersebut guna menyanggah kesalahan-kesalahan dan kedustaan-kedustaan mereka. Sejalaan dengan hal itu, kondisi sekarang menuntut pembaruan sistematika penyusunan kitab-kitab ulumul hadits. Maka para ulam berusaha memenuhi tuntutan ini.[6]
Studi Kitab
           1.      Nama Kitab
Pada asalnya nama kitab ini adalah “Studies In Early Hadith Literature” sedangkan ketika diterjemahkan kedalam bahasa Arab nama kitab ini adalah “Dirasah fi al-Hadits an-Nabawi wa Tarikh Tadwinuh” lalu ketika ditejemahkan ke dalam bahasa Indonesia kitab ini bernama “ Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya”.
Kitab ini pertama kali di cetak pada tahun 1396 H, yang dimuat/dicetak oleh Universitas Riyadh kerajaan Arab Saudi (sekarang Universitas Umm al-Qura), kemudian dicetak ulang di al-Maktab al-Islami di Beirut sebanyak dua jilid, pada tahun 1400 H/1980 M.
          2.      Latar belakang
Dalam muqadimah kitabnya al-A’dzhami menyatakan behwa pada mulanya kitab ini merupakan desertasi yang ia ajukan ke kempusnya untuk mendapatkan gelar doktor berikut pernyataan al-A’dzhami:
“Sesungguhnya saya menulis pembahasan ini dengan menggunkan bahsa Arab, dan saya telah terdahulu mengajukannya ke Universitas Cambridge untuk mendapatkan gelar doktor, dan hal itu terjadi pada bulan Oktober tahun 1966.”[7]
dan pada saat itu saya memiliki keinginan untuk menerjemahkan kitab tersebut kedalam bahasa Arab, atas nasihat yang diberikan oleh sebagian teman saya.”
         3.      Kandungan
Kitab ini pada muqaddimahnya menerangkan tentang pembelajaran tentang masa terbaik dalam sejarah hadits, dan membicarkan secara panjang lebar terhadap andil dalam menjaga dalam pengeloaan hadits Nabi dari segi sejarahnya, kodifikasinya, dan klasifikasinya, dan penolakan terhadap Syubhat-Syubhat yang menjengkelkan. Karena hal itu ia mengira bahwa diantara hal/kitab yang terpenting dan yang paling meyakinkan/kuat/kokoh ialah yang disusun dalam tema ini karena jarangnya, dan kadang kadang al-A’dzhami dalam kebanyakan karya tulisnya selalu dikuti oleh studi-studi orang orientalis mengenai Sunnah Nabi, sejarah islam, dan bantahan atas anggapan dan fitnah orang-orang orientalis terhadap hadits nabi.
Al-A’dzhami membagi kandungan yang ada dalam kitab ini menjadi delapan Bab dan mwncantumkan delapan lampiran.
-       Bab I
Membahas tentang pengertian dan kedudukan hadits nabawi dalam islam, kehidupan muslim, baik didunia maupun di akhirat,[8] dimana kala itu tidak dapat terlepas dari hadits Nabawi.
-       Bab II
Membahas tentang kegiatan pendidikan jazirah Arab pada masa Jahiliyah dan pemulaan Islam.[9]
-       Bab III
Membahas sekitar larangan dan izin penulisan Hadits dari Nabi Saw. Di sini dijelaskan pula bahwa larangan itu hanya berlaku apabila penulisan hanya berlaku apabila penulisan hadits itu dilakukan bersamaan dengan penulisan al-Qur’an. Atau, bahwa hadits yang melarang penulisan itu sudah di hapus masa berlakunya (Mansukh).[10]
-       Bab IV
Membahas tentang tulisan-tulisan Hadits yang dilakukan oleh para sahabat. Begitu pula tulisan-tulisan para tabi’in tentang hadits-hadits yang berasal dari sahabat, tulisan-tulisan para tabi’in sendiri, serta tulisan-tulisan para Tabi’ut Tabi’in (generasi sesudah Tabi’in) tentang hadits-hadits yang mereka terima dari tabi’in.
Untuk generasi tabi’ut Tabi’in, mereka yang lahir setelah tahun 110 H tidak disebutkan disini, meskipun ahli-ahli hadits menulis hadits-hadits yang berasal dari meraka. Sebab tujuan penulisan bab ini adalah untuk mengetahui cara penyebaran hadits pada saat itu sampai kira-kira munculnya kitab al-Muwattha karangan Imam Malik. Kesimpulan yang dapat diambil dari kahian bab ini adalah pembuktian adanya ribuan kitab yang beredar pada masa Tabi’ut Tabi’in.[11]
-       Bab V
Membahas cara penyebaran hadits, atau cara belajar dan mengajarkan hadits (Tahmmaul wal ada) secara umum. Serta menjelaskan metode yang dipakai dalam mempelajari hadits pada mas itu. Bab ini juga memberikan gambaran tentang sejauh mana perhatian kaum muslimin dapat berkhidmah terhadap hadits Nabi di satu segi, dan menyebarkan buku-buku disegi lain.[12]
-       Bab VI
Membahas tentang kitab-kitab hadits yang ditinjau dari segi bentuk dan alat tulisannya. Juga membahas tentang adanya pencurian hadits, atau tambahan tulisan yang dilakukan oleh orang lain, bukan pengarangnya, serta masalah-masalah lain yang masih berkaitan.[13]
-       Bab VII
Bab ini khusus membahas tentang permasalahan sanad hadits, dan kesalah pahaman prang terhadap hal itu. Begitu pula tentang menilai sistem sanad dari segi ilmiahnya, serta pembuktian bahwa hadits Nabi sudah ada sejak dulu.[14]
-       Bab VIII
Dalam bab ini berisai pembahasan tentang sejauh mana hadits Nabi itu dapat dipertanggungjawabkan otetisitanya.
Selanjutnya setelah ia selesai menyusun kitab tersebut berdasarkan bab, selanjutnya ia mencantumkan pembahasan-pembahasan lain dengan berbentuk lampiran-lampiran yang berjumlah delapan lampiran, berikut penjelasannya.[15]
-       Lampiran I
Lampiran pertama ini berisi pembahasan tentangpengertian sejumlah istilah yang sering dipakai dikalangan ahli-ahli hadits, seperti sami’tu. Haddatsana, akhbarana, ‘an, dan lain-lain. Sebab istilah-istilah yang terdapat dalam sanad hadits ini sering menimbulkan kesalahpahaman diantara sebagian para peneliti, dimana mereka menganggap bahwa hadits itu disebarkan secara lisan. Dan ternyata istilah-istilah itu dipakai untuk imal’ dan bacaan, baik berdasrkan hafalan maupun kitab.[16]
-       Lampiran II
Berisi tentang jawaban terhadap sebagian orang yang kebingungan menghadapi jumlah hadits yang mencapai tijuh ratus ribu hadits. Dimana hal itu telah mendorong para orientalis untuk membantah otetisitas hadits Nabi, karena jumlah itu tidak masuk akal. Begitu pula jawaban terhadap segelintir orang yang menuduh bahwa ahli-ahli hadits telah memalsukan hadits nabi. Sebab menurut mereka, dari setiap dua ratus hadits sulit ditemukan satu hadits yang shahih. Sehingga pendapat yang mengatakan bahwa hadits itu berasal dari Nabi sulit diterima.
-       Lampiran III
Berisi tentang cuplikan dari naskah al-Jubair bin ‘Adiy yang tidak otentik.
-       Lampiran IV
Berisi tentang cuplikan kitab al-Maghazi karangan Ibnu Ishaq, yang sama dengan kitab sirah Ibnu Hisyam yang sudah dicetak.
-       Lampirran V
Berisi tentang lembar 42 manuskrif kitab Shahih Ibnu Khuzaimah.
-       Lampiran VI
Berisi tentang halaman pertama dari naskah hadits-hadits Abu al-Yaman al-Hakam bin Nafi’.
-       Lampiran VII
Berisi tentang halam pertama dari naskah hadits-hadits Abu ‘Ubaidillah ‘Umar.
-       Lampiran VIII
Membahas tentang beberapa manuskrip yang diseleksi lebih dari sepuluh manuskrip, dimana para penulisnya hidup kira-kira sejak akhir Abad ke II H. Meskipun semua manuskrif itu dapat ditahqiq, namun yang dilakukan dalam kitab ini hanya satu saja. Hal itu agar hasil dari pentahqiqkan itu lebih baik. Dan manuskrif yang ditahqiq tersebut adalah Naskah Suhail bin Abu Shalih, yang berisi hadits dari ayahnya, dari Abu Hurairah.
4.      Sistematika
Dalam sistematika penyusunannya ia mebuat dalam setiap Bab itu beberapa judul pokok kemudian dalam setiap judul pokok tersebut al-A’dzhami membuat beberapa subjudul, ia menerangkan setiap istilah yang ada dalam judul pokok itu secara teratur yakni dimulai dengan penerangan secara bahasa bila padanya terdapat bisa dijelaskan menurut bahasa lalu secara istilah, kemudian pendapat para ulama, atau ahli-ahli ilmu lainnya seperti ahli hadits, fiqih dan yang lainnya. Lalu setelah itu masuk ke pembahasan judul pokok tersebut, bila ada pernyataan orang orientalis yang bertentangan dengan judul pokok tersebut maka al-A’dzhami akan mencantumkan bantahan terhadap pendapat tersebut disertai dengan data dan fakta yang mepuni, serta mencantumkan manuskrif atau bukti aslinya tentang masalah tersebut bila hal tersebut ada.
5.      Sikap para ulama
Khalid al-Faisal bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan dalam Piagam Hadiah Internasional Raja Faisal Untuk Studi Islam, yang ditujukan kepada al-A’zhami: “Bahwa kitabnya yang berjudul ‘Dirasah fi al-Hadits anNabawi wa Tarikh Tadwinuh’ merupakan karya yang bagus, yang membuktikan adanya usaha ilmiah yang terpuji dan menunjukan suatu loyalitas yang jujur kepadaa hadits Nabawi, seraya mengikuti metode ilmiah dalam penelitian. Juga merupakan pembelaan terhadap Hadits Nabawi, di mana ia menyanggah pendapat-pendapat para orientalis dengan mendiskusikannya secara ilmiah, menagkis kepalsuan-kepalsuan mereka, dan mengkritik pendapat-pendapat mereka dengan argumen yang kuat, serta meruntuhkan sumber-sumber rujukan yang lemah, yang dijadikan pegangan oleh mereka, berikut menyingkap tabir kekeliruan mereka dalam memahami sejumlah sumber rujukan dalam bahasa Arab. Dengan demikian, kitabnya itu menempatkan posisi paling depan bersam kajian-kajian yang baik pada masa kin dalam hadits, serta memberikan andil yang cukup dalam berkhidmah kepada hadits Nabi dari segi sejarah, pembukuan,, dan penyusunannya, begitu pula dalam menyanggah kepalsuan orang-orang yang ingin menodai hadits.[17]
Prof. A.J. Arberry juga melontarkan pujian sebagaimana tercantum dalam kata pengantar yang ada dalam kitab ini berikut adalah pernyataanya:
“tidak diragukan lagi, bahwa bidang penelitian yang paling penting dan berkaitan dengan kajian hadits, adalah menemukan dan meneliti serta mengevaluasi otentisitas kitab-kitab hadits yang kecil-kecil, yang sudah ada sebelum munculnya kutubus sittah yang besar dan dijadikan rujukan.
Dalam hal ini al-A’dzhami telah melakukan pekerjaan yang unggul dan sangat berharga, serta hal itu dilakukan berdasarkan standar-standar yang benar menurut penelitian ilmiah. Dan disertasi yang ia ajukan, dimana ia kemudian dianugerahi gelar doktor dalam filsafat oleh Universitas Cambridge, menurut pendapat saya adalah termasuk penelitian ilmiah yang paling mengagumkan dan paling asli, yang dilakukan dalam bidang itu padaa masa sekarang.”[18]
6.      Anaslisi Kitab Hadits
Dalam kitab ini terdapat pembahasan tentang :
-       Ulum al-Ruwatul Hadits:
Sebagaimana dalam Bab IV terdapat pembahasan tentang “Tanggal Lahir dan Wafatnya Ahli-Ahli Hadits”,
-       Ulum ar-Riwayah al-Hadits
Hal ini terdapat dalam Bab V dengan judul Bab Tahamul al-‘Ilm yang di dalamnya terdapat tatacara tentang periwayatan hadits yakni dengan metode: secara lisan, membacakan Hadits dari suatu Kitab, Imala’ dan dalam Bab VI terdapat pembahasan dengan judul bab “Kitab-Kitab Hadits”
-       ‘Ulum as-Sanad
Penjelasan tentang ini terdapat dalam Bab VII dengan Judul Bab “Isnad” dalam bab ini terdapat penjelasan tentang awal mula pemakaian sanad, awal mula pemakaian sanad hadits, isnad menurut orientalis, dan penggunaan sanad dikalangan ahli-ahli fikih, hadits, dan ahli-ahli sejarah terdahulu


[1] “Al-A’dzhami” nisbat kepada  suatu daerah “A’dzham Karah” yang terletak di wilayah “أترابرديش” di utara India
[2] Abdul Halim bin Tamur, Al-Hadits Majalah ‘Ilmiyyah Muhkamah Nishf Sunwiyah Ta’ni Bi al-Buhuts wa ad-Dirasat al-Haditsiyah, (Selangor: al-Kuliyah al-Jami’iyah al-Islamiyah al-‘Alamiyah,2014) hal. 186
[3] Ibid hal 187
[4] M.M. Azami, Hadits Nabawi Dan Sejarah Kodifikasinya, penterjemah: Ali Mustafa Yaqub, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2006, cet. III) Hal. 700
[6] Nuruddin ‘Itr, ulumul hadits, penterjemah: Mujiyo, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, cet. III, 2014) hal. 62
[7] Muhammad Musthafa al-A’dzhami, Dirasah Fi al-Hadits an-Nabawi wa Tarikh Tadwinuh, (Ttp:Maktabah al-Islami, Tth) hal ج
[8]Abdul Halim bin Tamur, Al-Hadits Majalah ‘Ilmiyyah Muhkamah Nishf Sunwiyah Ta’ni Bi al-Buhuts wa ad-Dirasat al-Haditsiyah, (Selangor: al-Kuliyah al-Jami’iyah al-Islamiyah al-‘Alamiyah,2014) hal. 211
[9] Ibid 212
[10] ibid
[11] Ibid
[12] M.M. Azami, Hadits Nabawi Dan Sejarah Kodifikasinya, penterjemah: Ali Mustafa Yaqub, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2006, cet. III) Hal. 8
[13] Abdul Halim bin Tamur, Al-Hadits Majalah ‘Ilmiyyah Muhkamah Nishf Sunwiyah Ta’ni Bi al-Buhuts wa ad-Dirasat al-Haditsiyah, (Selangor: al-Kuliyah al-Jami’iyah al-Islamiyah al-‘Alamiyah,2014) hal. 212-213
[14] Ibid 213
[15] M.M. Azami, Hadits Nabawi Dan Sejarah Kodifikasinya, penterjemah: Ali Mustafa Yaqub, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2006, cet. III) Hal. 9
[16] Ibid
[17] M.M. Azami, Hadits Nabawi Dan Sejarah Kodifikasinya, penterjemah: Ali Mustafa Yaqub, (Jakarta: Pustaka Firdaus,2006, cet. III) Hal. VIII-IX
[18]Muhammad Musthafa al-A’dzhami, Dirasah Fi al-Hadits an-Nabawi wa Tarikh Tadwinuh, (Ttp:Maktabah al-Islami, Tth) hal  و